ATM Beras untuk Yatim dan Dhuafa

ATM yang ini berbeda dengan ATM pada umumnya, ia mengeluarkan beras—bukan uang. Beras?

 

GIS FOUNDATION–ATM atau anjungan tunai mandiri, nampaknya sudah menjadi kebutuhan tersendiri bagi kaum urban. Tapi ATM yang ini berbeda dengan ATM pada umumnya, ia mengeluarkan beras—bukan uang. Beras? Lho bagaimana urusannya?

Ide ATM beras sendiri, ternyata sudah dipikirkan oleh Budiaji—owner sekaligus Presiden Direktur PT. Rekayasa Otomomasi Indonesia—untuk membantu kaum dhuafa. Pria alumni Teknik Elektro ITB ’80 ini, menciptakan mesin ATM beras yang nantinya dapat digunakan oleh para yatim dan kaum dhuafa.

Anjungan Terima Mandiri (ATM) Beras atau disingkat ATMB adalah perangkat yang bisa mengeluarkan beras dalam jumlah tertentu secara otomatis dengan cara menempelkan kartu RFID (Radio Frequency Identification) atau kartu elektronik lainnya di bagian tertentu (card reader) pada perangkat tersebut.

Ide awalnya adalah untuk membantu kaum dhuafa (fakir miskin) yang betul-betul kelaparan karena kemiskinannya. Fakir miskin ini diseleksi dengan cara survei agar tepat sasaran, dalam artian benar-benar orang yang membutuhkan. Kemudian, kepada mereka akan dibagikan kartu RFID untuk mengambil beras secara gratis di ATMB sesuai jumlah dan waktu yang telah ditentukan.

“Sudah saatnya kita memelopori penerapan kecanggihan ICT (Information and Communication Technologies) untuk memikirkan kaum yang lemah dan termarginalkan walaupun sebenarnya hal tersebut merupakan tugas pokok dan kewajiban negara seperti yang tercantum di  UUD 1945 pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara,” ujar Budiaji, lansir Kabar Salman ITB,Jumat (11/11/2016).

ATMB ini bisa ditempatkan di masjid-masjid, kantor kelurahan, kantor-kantor BUMN, sekolah,  kampus atau di lokasi kantong-kantong kemiskinan lainnya.  Bahkan bisa jadi di area rumah orang kaya untuk menyantuni fakir miskin di sekelilingnya.

“Bisa juga temporary ditempatkan di area bencana. Sumber berasnya bisa dari pemerintah (raskin), CSR (Corporate Social Responsibility), zakat, atau masyarakat yang peduli lainnya,” tuturnya.

Secara fisik, perangkat ini berukuran 60 cm x 60 cm x 160 cm, berbentuk kotak/lemari, mirip mesin ATM biasa berkapasitas sekitar seperempat ton beras. Mesin ini juga dilengkapi dengan perangkat elektroniknya, modem hybrid untuk network GSM/satelit untuk daerah terpencil, serta sistem kontrol dan pemantauan berbasis  M2M (machine to machine) / IoT (Internet of Things).

Budiaji pun memaparkan, sistem pengelolaan dan pengawasan dibuat secara transparan sehingga masyarakat luas bisa mengakses via internet tentang data orang miskin yang disantuni, jumlah beras yang dibagikan, dan rincian pendistribusiannya. Selain itu, sistem juga akan memantau status level beras yg tersedia di tiap-tiap ATMB.

“Ditargetkan ke depan bahwa tidak boleh ada lagi rakyat yang lapar di negeri ini yang terpaksa mengemis di mana-mana. Lebih jauh lagi dari itu, ATMB ini bisa dikembangkan dan diproduksi lebih luas untuk penjualan beras secara otomatis melalui transaksi kartu elektronis,” katanya.

“Diharapkan kita bisa lebih mengembangkan nilai-nilai kesalehan sosial melalui ATMB ini,” harap Budiaji. []